a world that you've never met

[TOMS.6] Saudade

Saudade

written by missfishyjazz

Kim Jinhwan [iKON] & Heo Solji [EXID]

—hurt, romance

thanks to : LIGHTLOGY for the super cutie poster❤

6G copy

If we’re born again, if we love again

Let’s not do this again

Let’s hope a little less

Let’s not make many promises

So even if we say goodbye

We can turn away without much pain

Let’s only make light memories that we can throw away

In each other’s hearts

 

“Halo.”

 

Dia tak pernah tahu bahwa satu halo bisa menariknya kebeberapa tahun lalu. Menariknya duduk sendirian di bawah naungan pohon yang ironinya baru memekarkan kuncup kuncup bunganya. Hal itu tentu sangat bersebrangan dengan kisah cintanya yang tergugur miris di depan matanya.

 

“Halo juga.”

 

Dia tidak ingat kapan terakhir kalinya ia mendengar lagu ini. Lagu yang baru saja orang itu nyanyikan adalah lagu lama, tepat tahun ini berusia dua puluh tahun. Umurnya baru tujuh atau delapan tahun ketika lagu itu dirilis. Ia tidak begitu ingat dengan lagu ini, karena penyanyinya juga tidak begitu populer. Do Won Kyung Band. Tapi saat itu, orang yang sudah berumur dua belas tahun seperti dia sudah pasti bisa mengikuti perkembangan musik. Jadi wajar saja jika ia ingat dengan benar manisnya nada lagu itu yang sayangnya berlirik amat pahit.

 

“Bagaimana penampilanku hari ini?”

“Bagus sekali.”

 

Dia tidak ingat kapan terakhir kali dia bisa tersenyum tolol dengan tulusnya untuk seorang gadis. Gadis itu telah merenggut senyum itu bersama langkah-langkah kecilnya yang berbalik darinya. Ia merindukan sensasi dari senyuman itu, sebesar ia merindukan satu-satunya gadis yang dapat membuatnya seperti ini.

 

“Oh iya, selamat ulang tahun ya. Itu tiga hari yang lalu kan?”

“Selamat ulang tahun juga, itu tepat satu bulan yang lalu kan?”

 

Kemudian dia tertawa. Dia tertawa karena melihat bagaimana indahnya gadis itu tertawa. Tawanya semerdu gapaian nada di setiap lagunya. Terpenting lagi, suara tawanya adalah yang paling merdu yang pernah dia dengar.

 

“Aku sudah cukup tua untuk ukuran perempuan sekarang, jadi kau tidak perlu mengingat-ingat ulang tahunku terus.”

“Tahun 2021. Tiga puluh tiga tahun kan?”

 

Gadis itu memukul ringan tangan pemuda di sampingnya. Dia mendecih sesaat sebelum tertawa karena pada akhirnya ia tidak membalas perbuatan gadis itu.

 

“Tahun 2021. Dua puluh delapan tahun kan? Kau harus siap-siap masuk militer dua tahun lagi. Tunggu, kau masih ingin jadi anggota navy kan?”

“Tentu saja. Aku akan mengambil ujiannya tahun depan, semoga sampai saat itu aku tidak mengalami cedera parah.”

“Aku doakan yang terbaik untukmu.”

 

Kemudian dia terdiam. Sepenggal kata dalam kalimat gadis itu merenggut kesadarannya mundur. Ia tidak pernah tahu bahwa enam tahun telah berlalu dan semua kenangannya akan hari paling menyedihkan dalam hidupnya itu masih terputar dalam pikirannya dengan baik. Seperti video high definition yang terputar dengan cepat dan jujur saja membuatnya… terluka.

 

“Nyatanya, hanya kaulah yang terbaik bagiku… Noona.”

 

Gadis itu berhenti tersenyum. Ia sempat berusaha tersenyum lagi sebelum akhirnya matanya mengerjap perih dan membuatnya kesulitan bernapas. Lagi-lagi karena pria mungil ini. Pria di hadapannya ini bahkan tidak jauh lebih tinggi darinya, tapi pada kenyataannya pria ini selalu tahu cara membuat hatinya membumbung tinggi… dulu. Dan sekarang, ia sudah terhempas jatuh dengan menyedihkan.

 

“Andai kita bukan siapa-siapa, andai kita hanya sepasang insan yang hanya mengerti artinya mencinta.”

“Kim Jinhwan…”

 

Ia, si Dia adalah Kim Jinhwan. Pria yang selalu disebut orang di luar sana sebagai peri bersuara manis dari boy group paling gemilang saat ini. Pria yang dengan melankolisnya kesulitan melupakan gadis di depannya itu adalah Kim Jinhwan.

 

“Enam tahun telah berlalu, tapi kenyataannya aku tidak bisa menemukan siapapun yang lebih baik darimu.”

Ey, kau bicara apa sih. Bukankah Eunha adalah gadis yang manis? Aku tahu kok, kalian sempat berkencan selama dua tahun.”

“Dan karena dua tahun itulah aku seperti berhutang seluruh hidupku pada Eunha. Apa Noona pernah tahu sebanyak apa kata maaf yang ingin aku tujukan pada gadis yang selalu berusaha membuatku bahagia, tapi justru terlampau sering ku buat pedih hatinya?”

 

Gadis itu termenung diam. Ia tidak tahu ada apa dengan dirinya dan Jinhwan sehingga semua begitu rumit. Atau ia sendirilah yang berusaha tidak tahu. Tujuh tahun yang lalu mereka bertemu. Saat itu Jinhwan hanya seorang pria berusia dua puluh satu tahun yang akan segera diperkenalkan ke publik. Pria itu memiliki ambisi yang tak sebanding dengan tubuh mungilnya. Tapi justru itulah yang membuatnya jatuh dengan begitu cepat dan mudah karenanya. Melupakan siapa mereka dan seberapa jauh usia membentang di antara mereka.

 

Noona bilang, bersamaku adalah bagian dari mimpi paling indah yang seumur hidup akan Noona ingat. Jika sepert itu, kenapa kita tidak tinggal saja dalam mimpi? Jangan pernah terbangun lagi.”

 

Gadis itu juga tidak pernah ingin terbangun. Setiap kali Tuhan memberinya kesempatan untuk memimpikan saat-saat manis, setahun mereka bersama, gadis itu selalu mencatatnya dalam buku harian kecil. Tujuannya? Agar hal yang hanya sekedar mimpi itu selalu abadi selamanya. Abadi dalam benaknya dan berlembar-lembar kertas beraroma lavender di laci kamarnya.

 

“Tiga tahun lalu, ketika aku memutuskan memilih Eunha, aku pikir aku akan bahagia. Aku pikir cinta pertamaku yang kau bawa pergi akan terhapus dengan cinta gadis itu. Sampai akhirnya aku sadar, kau tidak hanya pergi, kau juga meninggalkan lubang tak terjangkau yang tidak bisa ditimbun siapapun dengan mudah di hatiku.”

 

Aku juga tidak bahagia sampai detik ini, Jinhwan-aa. Gadis itu sudah menggigit bawahnya, mengubur seluruh rasa sedih dan air matanya yang sudah siap meledak keluar.

 

“Percayalah Jinhwan, aku tidak pernah bermaksud menahanmu untuk bahagia. Aku selalu mendoakan kau untuk bahagia, selamanya, tanpa aku. Aku bukan siapa-siapa, Kim Jinhwan.”

“Seolhyun juga bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Junhwe. Tapi aku yang meyakinkan Seolhyun untuk menyadari perasaannya pada Junhwe lah yang terpenting. Donghyuk juga tidak bisa dijajarkan dengan Irene, tapi kenyataannya ia berjuang lebih keras untuk Irene lebih keras daripada semua bentakan Hanbin. Pada akhirnya tidak ada siapapun yang tidak pantas untuk siapapun.”

 

Tapi siapa aku? Gadis itu hanya seorang gadis dari kelompok yang jauh lebih kecil daripada boy group Jinhwan. Kelompoknya menjadi terkenal karena sebuah peristiwa yang tak terduga. Bahkan hingga ia memutuskan untuk keluar dari kelompoknya dan berkarir seorang diri, ia bukan siapa-siapa jika dibandingkan Kim Jinhwan.

 

Ia harus menghabiskan seluruh peluh, air mata dan mungkin darahnya untuk bertahan di tangga lagu seratus besar. Tapi bahkan lagu yang dinyanyikan Kim Jinhwan untuk sebuah program televisi bertahan di posisi sepuluh besar selama satu bulan penuh. Ia memang bukan apa-apa dan siapa-siapa jika dibandingkan dengan Kim Jinhwan.

 

“Bagi dunia mungkin kau hanya seorang Heo Solji. Tapi bagiku, kau adalah dunia itu sendiri.”

 

Jinhwan harus pasrah ketika sebulir air matanya turun. Ia terlalu banyak memendam segalanya sendiri. Ia adalah yang paling tua di iKON, ia tidak ingin membuat siapapun khawatir setelah hubungannya dan Solji kandas. Tapi ia lupa bahwa semuanya hanya sesuatu yang ia pendam sendiri dan pada akhirnya apapun yang manusia pendam dapat mencuat keluar jika sudah terlalu lama disimpan.

 

Solji terdiam. Bibirnya tertutup rapat. Suasana ruang tunggu acara musik itu terasa begitu hening. Seharusnya ia tidak dengan bodohnya datang untuk sekedar menyapa Jinhwan yang sedang melakukan promosi solonya. Seharusnya tidak seperti ini. Ini hanya karena perasaan sesaatnya pada Jinhwan yang sekarang. Ia ingin melihat bagaimana keadaan pria pendek yang selalu mengisi harinya dengan semburat merah di pipi itu sekarang.

 

Sejak berpisah enam tahun lalu, Solji tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Jinhwan. Jika ada kesempatan dimana grupnya dan grup Jinhwan satu acara pun, Solji berusaha menghindar sejauh mungkin dari Jinhwan. Ia sudah membuat keputusan ini, maka ia harus menjalankannya. Ia tidak ingin merusak seluruh keberhasilan yang telah diperjuangkan Jinhwan

 

“Kau akan debut ya? Kalau begitu kita akhiri saja hubungan ini.”

“Tapi kenapa?”

“Tidak bagus untukmu. Aku berasal dari grup kecil, penggemar pribadiku bahkan sangat sedikit. Aku tidak ingin ada yang mengendus hubungan kita dan… melukaiku.”

 

Jinhwan terdiam. Dia juga takut Solji-nya akan kenapa-kenapa. Ia berani bersumpah bahwa foto yang tersebar beberapa waktu bukan ia dan anggota grup itu, tapi dengan seenaknya netizen mengatakan seperti itu. Mengingat hal ini, Jinhwan jadi takut terhadap posisi Solji. Keberadaannya hanya akan menjadi bahaya bagi Solji. Yang palsu saja bisa dipercayai netizen, apalagi jika hubungan Jinhwan yang sesungguhnya terungkap ke publik.

 

“Baiklah, Noona. Semoga kau menemukan seorang pria yang jauh, ah tidak, sangat jauh lebih baik dariku.”

“Aku pergi dulu, Kim Jinhwan.”

“Semoga kau bahagia, Heo Solji.”

 

Solji berjanji untuk melepaskan tangannya dari tangan mungil pria itu. Tapi mata, pikiran, dan bahkan hatinya berkhianat. Ia tidak bisa melupakan bahkan melepaskan sedikit perhatiannya dari Jinhwan. Sehingga dalam diam ia terus mengamati pria itu. Itu lah yang membuatnya benar-benar sedih ketika mengetahui Jinhwan dan Eunha berkencan. Sekalipun publik tidak tahu hal itu, tapi bagi Solji yang notabene selalu mengamati Jinhwan, ia dengan mudah tahu apapun tentangnya.

 

“Aku selalu mengamatimu dalam diam. Bahkan ketika Eunha ada di sampingku, sangat sulit untuk melupakan bayanganmu.”

 

Aku juga.

 

“Aku ingin bahagia. Namun aku tidak bisa melepaskan diriku dari semua kebahagiaan yang pernah kita lalui bersama.”

 

Begitupun diriku.

 

“Aku ingin kau bahagia. Namun aku hanya menginginkan diriku menjadi sumber kebahagiaanmu.”

 

Karena kau selalu adalah sumbernya, Jinhwan.

 

“Aku ingin melepaskanmu dan memberikan yang terbaik bagimu. Tapi aku rasa ada sebuah hal tak nampak yang membuat seluruh diriku hanya selalu tertuju padamu.”

 

Apa kita benar-benar selalu melakukan hal yang sama, Jinhwan?

 

“Aku tidak berharap banyak dari apa yang kusampaikan padamu hari ini. Aku hanya ingin tahu bahwa untukku kau adalah duniaku. Kau telah mengambil seluruh cintaku dan kupikir tidak ada yang tersisa lagi. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara menciptakan rasa itu dalam waktu dekat.”

 

Karena aku pun telah kehilangan hal yang sama. Aku yang egois ini tetap menggenggam tanganmu, tapi justru untuk terjatuh bersama.

 

“Aku mungkin tidak bahagia. Tapi aku mohon berbahagialah. Aku, selalu mengharapkan yang terbaik untukmu. Sekalipun sulit untuk menerima jika nantinya kebahagiaanmu bukanlah aku lagi, aku tetap bersyukur karenanya.”

 

Selanjutnya Jinhwan melangkah menjauh. Jadwalnya telah usai. Ia tidak memiliki jadwal apapun karena program hari ini adalah penutup rangkaian promosi solonya. Ia memiliki waktu luang hingga dua sampai tiga bulan ke depan sebelum comeback iKON yang lainnya. Sepertinya Kim Jinhwan harus rela merogoh kocek cukup dalam lagi untuk ‘bertamasya’ ke tempat yang menenangkan hati di belahan bumi yang lain.

 

Jinhwan sebenarnya tidak menyangka bahwa ia akan mengakhiri kebisuannya hari ini. Mungkin jika Solji tidak mendatanginya hari ini, selamanya ia akan menyimpan segala kisah berikut kepedihannya itu seorang diri. Tapi mungkin Tuhan hanya lelah Jinhwan menjadi pecundang yang selalu menyembunyikan segalanya sendiri dan berpura-pura tegar dua puluh empat jam untuk mendukung anggotanya yang lain. Untuk kali ini, Jinhwan benar-benar bersyukur karena selalu mengikuti nasehat ibunya untuk pergi ke gereja.

 

“Jinhwan.”

 

Langkah sepatu kulit putihnya tertahan begitu suara halus yang kini terdengar lebih lembut daripada sebelumnya terdengar. Menelusup pelan dan merengkuh seluruh pendengaran bahkan pernapasan seorang Kim Jinhwan.

 

“Bagaimana jika selama ini kita salah?”

 

Jinhwan berbalik. Ia melihat Solji yang menatapnya sendu, dengan segaris senyum yang begitu sulit untuk diterjemahkan tapi tetap manis.

 

“Bagaimana jika kita selama ini terlalu bodoh untuk menyadari, bahwa kita… ternyata adalah yang terbaik bagi satu sama lain?”

 

Solji melebarkan senyumnya. Sekuncup mawar yang pernah layu dan tergeletak malang di hatinya seolah bangkit dan bergerak memekarkan diri. Apakah ia Cinderella? Karena setelah mengatakan hal tersebut seolah pasangan sepatu kacanya yang hilang telah kembali pada kakinya. Cinta yang dulu pernah hilang itu kembali ke sisinya.

 

“Bagaimana jika kita ternyata lebih bodoh dari itu? Bagaimana jika sebenarnya kita tahu bahwa kita lah yang terbaik untuk satu sama lain, tapi hanya dengan angkuhnya berusaha menantang takdir?”

 

Jinhwan bisa merasakan suaranya bergetar. Sepertinya hatinya telah kembali bergetar dan hidup kembali. Degup jantungnya kembali bersamaan dengan semua rasa sakit kerinduan untuk Solji yang perlahan hilang.

 

Jinhwan tahu jika beberapa detik lalu ia masih ingat seberapa banyak malam yang berakhir panjang karena kerinduan tak terjawabnya untuk Solji. Ia sendirian, tidak ada satupun yang menemani dan parahnya terluka dari dalam. Namun di detik ini, ia bisa merasakan semuanya perlahan memudar dan menghilang dalam pusaran degup jantungnya.

 

“Dan bagaimana jika ternyata, kita adalah sepasang orang angkuh yang beruntung?”

 

Usai berujar seperti itu Solji merasa waktu bergerak lambat, ia bisa melihat dirinya yang tersenyum di balik hoodie gelapnya ketika Jinhwan menggenggam tangannya erat dalam sebuah malam tepat pada perayaan hari kasih sayang.

 

Tangan Solji sering digenggam oleh siapapun itu. Tapi bagaimana Jinhwan dengan lembut merengkuh tangannya, memperlakukan tangannya—ah tidak, lebih tepatnya seluruh hal tentang Solji—dengan begitu lembut, seolah semuanya begitu rapuh dan akan hilang dengan sekejap mata, selalu berhasil membuatnya melambung. Perilaku manis Jinhwan kala itu dan setiap harinya selalu membuat Solji merasa istimewa.

 

Ia tidak perlu menjadi seterkenal Hani atau secantik Junghwa, dengan bersama Jinhwan saja, Solji dengan mudah merasa bahagia. Seperti Jinhwan hadir membawa satu kepingan puzzle terakhir dari lukisan kehidupan Solji.

 

Solji tidak peduli jika ia menjadi tua dan tidak lagi cukup elok untuk bersanding dengan Jinhwan. Mungkin mulai sekarang Solji harus belajar tutup telinga dari semua perkataan orang di luar sana. Mungkin setelah ini ia harus hanya memahami satu prinsip penting, bahwa ialah yang terbaik untuk Jinhwan. Begitupula sebaliknya. Dan tidak ada satu orang pun yang berhak menentukan dan merubah hal itu selain diri mereka sendiri.

 

“Kemari, aku tahu kau merindukan pelukan bocah pendek ini.”

 

Dan dengan begitu pula Jinhwan memiliki permulaan bagi cerita cinta manisnya kembali. Semudah Solji berlari kecil dan hadir kembali dalam rengkuhannya, seperti itulah baginya cinta dalam dirinya akan kembali terbentuk sedia kala.

 

 

.THE END.

 

Saudade —from Portuguese

The feeling of longing for someone that you love and is lost.

 

p.s. : lagu yang ada di bagian paling atas itu judulnya If We Love Again, yang nyanyi Do Won Kyung Band. Kemarin di Sugarman ada EXID vs EXO, dan lagu ini yang dinyanyiin ulang sama Chen & Chanyeol hohoho. Recommended banget. Enak!

Comment?